Sosial
Pemulung Memasak Bangkai Ayam yang Didapat Dedi Mulyadi Saat Berkunjung ke Tempat Pembuangan Akhir Sarimukti
Menghadapi kemiskinan ekstrem, seorang pemulung Sarimukti memasak ayam bekas seperti yang ditangkap oleh Dedi Mulyadi—temukan risiko dan reaksi mengejutkan dari masyarakat di dalamnya.

Selama kunjungan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti pada 13 Juli 2025, Dedi Mulyadi merekam pemulung Mimin Hasanudin yang memasak bangkai ayam yang dikumpulkan dari sampah TPA untuk memberi makan keluarganya, menyoroti strategi bertahan hidup nyata di tengah kemiskinan. Para pemulung biasanya memeriksa kemasan makanan, memilih barang yang tampak aman, dan memasak daging yang dibuang hingga matang untuk meminimalkan risiko kesehatan. Praktik yang terdokumentasi ini menunjukkan realitas keras kerawanan pangan di lingkungan perkotaan, sekaligus mendorong respons dari masyarakat dan pemerintah setempat. Informasi lebih lanjut mencakup upaya dukungan komunitas dan panduan keamanan pangan.
Pertemuan Viral: Kunjungan Dedi Mulyadi ke Tempat Pembuangan Akhir Sarimukti
Selama kunjungannya ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti pada 13 Juli 2025, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendokumentasikan aktivitas sehari-hari para pemulung setempat, khususnya menyoroti momen ketika Mimin Hasanudin terlihat memasak bangkai ayam yang diambil dari limbah yang dibuang. Video dari peristiwa ini dibagikan di media sosial, memicu perhatian luas dan mendorong diskusi publik tentang limbah makanan dan kemiskinan. Untuk secara efektif meningkatkan kesadaran tentang isu serupa, individu dapat merekam dan membagikan rekaman autentik, memastikan dokumentasi yang jelas tentang kondisi kehidupan. Membagikan konten seperti ini di platform yang banyak digunakan dapat meningkatkan keterlibatan publik dan akuntabilitas. Selain itu, penting untuk menindaklanjuti dengan merekomendasikan tindakan konkret, seperti mengadvokasi perubahan kebijakan atau mendukung penggalangan donasi, guna memenuhi kebutuhan komunitas rentan dan mendorong solusi yang berkelanjutan. Kisah seperti diagnosis dan gejala awal Devin mengingatkan kita bahwa faktor lingkungan dan gaya hidup dapat membawa konsekuensi besar terhadap kesehatan, sehingga menyoroti urgensi untuk memperbaiki kondisi hidup bagi populasi yang berisiko.
Kehidupan Sehari-hari dan Perjuangan Keluarga Mimin Hasanudin
Rekaman tentang pemulung yang menyiapkan makanan sisa, seperti video yang menampilkan Mimin Hasanudin memasak bangkai ayam, memberikan kesempatan untuk lebih memahami realitas sehari-hari yang dihadapi keluarga seperti miliknya. Keluarga Mimin, yang terdiri dari istri dan tiga anaknya, sementara waktu tinggal di rumah orang tuanya di Kampung Pasir Luhur karena mereka tidak memiliki kemampuan finansial untuk membangun di tanah milik sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka mengandalkan aktivitas memulung di TPA Sarimukti, mengumpulkan limbah makanan yang masih bisa dimakan seperti makanan kedaluwarsa dan sisa-sisa ayam. Anak tertua Mimin turut membantu penghasilan keluarga dengan bekerja sebagai buruh bangunan di Bekasi, sementara anak-anak yang lebih muda masih bersekolah atau tinggal di rumah. Kondisi ini menggambarkan tantangan praktis yang dihadapi keluarga dengan sumber daya terbatas dan kepastian tempat tinggal yang tidak menentu. Dalam situasi seperti ini, sistem perlindungan sosial memainkan peran penting dalam memberikan dukungan bagi keluarga rentan yang menghadapi kesulitan pasca pandemi.
Mencari Makanan untuk Bertahan Hidup: Sumber Pangan di Tempat Pembuangan Akhir
Ketika keluarga-keluarga di Kampung Pasir Luhur harus memastikan ketersediaan makanan sehari-hari meski dengan keterbatasan sumber daya keuangan, banyak yang beralih ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti sebagai sumber makanan yang praktis. Warga seperti Mimin Hasanudin mengumpulkan makanan yang dibuang, termasuk daging beku kedaluwarsa dan makanan kaleng dari limbah supermarket. Untuk memaksimalkan keamanan, para pemulung biasanya memeriksa kemasan apakah ada kebocoran atau kerusakan, memilah barang berdasarkan tanggal kedaluwarsa, dan memasak makanan hingga matang guna mengurangi risiko kesehatan. Cara pemungutan ini tidak hanya menambah asupan nutrisi harian, tetapi juga memberi peluang mendapatkan penghasilan dengan menjual barang-barang yang masih layak pakai yang ditemukan di TPA. Proses ini sudah sangat diterima dalam masyarakat, bahkan sering diajarkan dari generasi ke generasi, mencerminkan adaptasi sekaligus kebutuhan mendesak untuk mengatasi ketahanan pangan dan kemiskinan yang berkelanjutan. Prabowo baru-baru ini menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan sebagai cara untuk memastikan kemakmuran jangka panjang dan mengurangi kerentanan yang dihadapi masyarakat seperti mereka yang bergantung pada pemungutan di TPA.
Tanggapan Komunitas dan Tindakan Pemerintah
Meskipun kasus Mimin Hasanudin yang memasak bangkai ayam di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti memicu diskusi luas tentang kemiskinan dan pemborosan makanan, peristiwa ini juga mendorong respons praktis dari masyarakat setempat dan pemerintah. Setelah insiden tersebut mendapat perhatian, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengunjungi Mimin dan memberikan bantuan keuangan langsung untuk kebutuhan pangan dan kebutuhan pokok. Pemerintah daerah melakukan penilaian melalui Tim Kesejahteraan Sosial untuk mengevaluasi kondisi hidup para pemulung dan memahami lebih lanjut lingkup pemulung di wilayah tersebut. Meskipun program seperti “rutilahu” sudah ada untuk memperbaiki perumahan, keluarga Mimin belum memenuhi syarat. Untuk mengatasi tantangan yang terus berlangsung, pihak berwenang setempat sedang mendorong inisiatif pemberdayaan masyarakat guna mengubah persepsi dan memberikan dukungan yang lebih terstruktur bagi keluarga yang bergantung pada kegiatan memulung.
Implikasi Sosial yang Lebih Luas dari Kemiskinan dan Ketahanan Pangan
Ketidakamanan pangan tetap menjadi tantangan signifikan di banyak komunitas perkotaan, seperti yang ditunjukkan oleh ketergantungan pada mengais dan konsumsi makanan sisa seperti bangkai ayam. Situasi ini menyoroti beberapa implikasi sosial yang lebih luas. Pertama, hal ini menunjukkan perlunya akses yang lebih baik terhadap makanan yang aman dan bergizi bagi semua warga. Komunitas dapat mengatasi masalah ini dengan mendukung bank makanan lokal dan mendorong program distribusi makanan yang lebih baik. Kedua, mengurangi limbah makanan dari sumbernya, seperti supermarket, sangat penting; individu dapat berpartisipasi dalam inisiatif penyelamatan makanan atau mengorganisir jaringan berbagi makanan di komunitas. Ketiga, mengatasi akar penyebab kemiskinan memerlukan dorongan perubahan kebijakan yang meningkatkan kesempatan kerja, perumahan, dan dukungan sosial. Terakhir, mengurangi stigma terhadap aktivitas mengais dapat membangun lingkungan yang lebih inklusif, mendorong solidaritas komunitas dan dukungan praktis.